I
PENDAHULUAN
Al-quran diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah
tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang
didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu,
kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Agaknya tidak berlebihan jika dikemukakan bahwa diantara cabang
ilmu yang sangat penting dari rumpun-rumpun ilmu Alquran adalah ilmu Tafsir.
Hal ini bukan karena semata-mata lebih tua dariu cabang-cabang ilmu-ilmu
Alquran lainnya, akan tetapi lebih kepada peranannya yang sangat penting dalam
menggali dan memahami ayat-ayat Alquran. Dalam perjalanan waktu yang sangat
panjang, sejak turunnya Alquran kepada nabi Muhammad Saw., ilmu Tafsir terus
berkembang dan terdapat banyak kitab-kitab tafsir dengan corak yang beraneka
ragam. Para ulama tafsir belakangan memilah-milih kitab teresbut berdasarkan
metode penafsirannya, baik ijmali, tahlili, maudhu’i dan muqaran.
Yang paling populer dari antara corak atau metode penafsiran
tersebut adalah metode tahlili dan maudhu’i. Penafsiran dengan metode tahlili
yang oleh Baqir dinamai sebagai metode Tajzi’i adalah sebuah metode tafsir
dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari
berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat demi ayat atau surah demi
surah sebagaimana tersebut dalam mushaf. Untuk lebih jelasnya, makalah ini akan
membahas beberapa kajian yang terkait dengan tafsir tahlili tersebut.
II
PEMBAHASAN
A. Tafsir
Tahlili Ayat 101-104 Surat An-Nisa’
KEWAJIBAN
MENGERJAKAN SHOLAT DALAM KEADAAN BAGAIMANAPUN
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا۟ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن
يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱلْكَٰفِرِينَ كَانُوا۟ لَكُمْ
عَدُوًّا مُّبِينًا
Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (An-Nisa' 4:101)
Kosakata: يَفْتِنَكُمُ
Yaftinakum, Akar kata dari kalimat ini adalah al-fatn artinya memasukkan
emas ke dalam api untuk bisa diketahui mana yang asli dan mana bagian yang
bukan asli, atau mana yang asli dan mana yang campuran. Lalu kata fitnah
akhirnya digunakan untuk segala macam cobaan berupa kebaikan maupun keburukan
(al-Anbiya/21:35). Harta dan anak-anak adalah fitnah yang bisa menjerumuskan
seseorang ke neraka karena salah urus (at-Tagabun/64:15). Hanya saja pemakaian
kata fitnah lebih banyak diperuntukan pada hal keburukan. Dari pengertian
etimologis bisa diambil pengertian bahwa fitnah adalah satu cobaan, seseorang
dihadapkan pada satu keadaan yang demikian besar yang bisa menggoncangkan sendi-sendi
keimanannya. Oleh karena itu, menganiaya orang Islam agar mereka berpaling dari agama mereka adalah
fitnah, inilah disebut oleh Al-Qur'an bahwa fitnah itu lebih kejam dari
pembunuhan (al-Baqarah/ 2:191). Syirik juga disebut fitnah (al-Ahzab/33:14).
Membuat orang lain ragu tentang kebenaran agama islam adalah juga fitnah (Ali-Imran/3:7)
Munasabah
Dalam ayat-ayat
yang lalu dijelaskan kewajiban hijrah untuk menegakkan agama serta mengecam
mereka yang meninggalkan kewajiban hijrah dari negeri yang menindas gerakan
Islam. Maka dalam ayat-ayat ini diterangkan hukum-hukum orang yang bepergian
untuk jihad atau hijrah di jalan Allah bilamana mereka hendak menunaikan ibadah
shalat dan mereka takut diserang musuh.
Tafsir
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa dibenarkan umat islam menunaikan
fardhu shalat qasar (qasar) pada waktu dia dalam perjalan, baik dalam keadaan
aman atau dalam ancaman musuh. Salat dalam perjalanan yang aman disebut sholat
safar. Pada sholat safar yang terdiri dari empat rakaat: zuhur, asar, dan
isya' diqasar menjadi dua rakaat. Magrib dan subuh tidak diqasar. Syarat mengqasar
sholat safar ialah perjalanan yang jauhnya diukur dengan perjalanan kaki selama
tiga hari tiga malam. Menurut Imam Syafi'i, perjalanan dua hari atau 89 km.
Menurut perhitungan mazhab Hanafi 3 farsakh (18). Sedangkan menurut pendapat
lain, kebolehan mengqasar sholat tidak terikat dengan ketentuan jauh jarak
tetapi asal sudah dinamai safar, boleh mengqasar.
Menurut tafsir Al-Misbah ayat ini merupakan
dasar tentang bolehnya shalat qasar dalam perjalanan baik dalam keadaan takut
maupun tidak. dikatakan dalam ayat: “Jika kamu takut diserang orang-orang
kafir.” shalat khauf ini diterangkan dalam ayat berikut.
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ
لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا
أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ
طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ
وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ
وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلَا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ
تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ
لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka
(yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah
mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka
denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.
Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta
bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu
meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan
atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah
menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. (An-Nisa' 4:102)
Tafsir
Dalam ayat ini dijelaskan cara salat
khauf, yaitu bilamana Rasulullah berada dalam barisan kaum Muslimin dan beliau
hendak salat bersama pasukannya, maka lebih dahulu beliau membagi pasukannya
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama salat bersama Rasul sedang kelompok
kedua tetap ditempatnya menghadapi musuh sambil melindungi kelompok yang sedang
salat. Kelompok yang sedang salat ini diharuskan menyandang senjata dalam salat
untuk menjaga kemungkinan musuh menyerang dan agar mereka tetap waspada.
Bilamana kelompok pertama ini telah menyelesaikan rakaat pertama hendaklah
mereka pergi menggantikan kelompok kedua, dan Nabi menanti dalam salat. Kelompok
kedua ini juga harus menyandang senjata bahkan harus lebih bersiap siaga. Nabi
salat dengan kelompok kedua ini dalam rakaat kedua. Sesudah rakaat kedua ini
beliau membaca salam, kemudian masing-masing kelompok menyelesaikan satu rakaat
lagi dengan cara bergantian. Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata:
صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الخوف بإحدي
الطائفتين ركعة والطائفة الأخرى مواجهة الالعدو ثم انصرفوا وقاموا مقام أصحابهم
مقبلين على العدو وجاء أولئك ثم صلى بهم النبي صلى الله عليه وسلم ركعة ثم سلم ثم
قضى هؤلااء ركعة وهؤلااء ركعة
“Nabi saw mengerjakan solat khauf dengan salah saru antara dua
kelompok satu rakaat, sedang kelompok lainnya menghadapi musuh. Kemudian
kelompok pertama pindah menempati kelompok teman-teman mereka sambil menghadapi
musuh, lalu datanglah kelompok kedua dan salat di belakang nabi satu rakaat
pula kemudian membaca salam. Kemudian masing-masing kelompok menyelesaikan
salatnya satu rakaat lagi.” (Riwayat
al-Bukhari dan Muslim dan Ibnu ‘Umar)
Ayar ini menjadi dasar salat
khauf. dalam ayat ini Allah swt menjelaskan alasan kaum Muslimin salat
menyandang senjata dalam salat khauf, yaitu bila musuh yang berada tidak jauh dari mereka, maka pada saat itulah
pasukan kafir dapat menggempur mereka. Kemudian Allah menerangkan bilamana pasukan
itu mendapat kesusahan karena hujan atau sakit atau kesulitan lain maka membawa
senjata dalam salat khauf dibolehkan walaupun tidak disandang. Sesungguhnya
Allah telah menyediakan azab yang menghinakan terhadap orang-oran kafir yaitu
kekalahan yang mereka alami.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟
ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ
فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ
كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا
Maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa' 4:103)
Kosakata: مَّوْقُوتًا
Mauqutan terambil dari
kata waqt/waktu. Dari segi bahasa, kata ini digunakan dalam arti batas
akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan satu pekerjaan. Setiap
salat mempunyai waktu dalam arti ada
masa ketika seseorang harus menyelesaikannya. Apabila masa itu berlalu, pada
dasarnya berlalu juga waktu salat itu. Ada juga yang memahami kata ini dalam
arti kewajiban yang bersinambung dan tidak berubah sehingga firman-Nya
melukiskan salat sebagai ( كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا ) berarti
salat adalah kewajiban yang tidak berubah, selalu harus dilaksanakan, dan tidak
pernah gugur apapun sebabnya. Pendapat inilah yang kemudian menganggap mengapa
perintah shalat setelah mengalami kedaan darurat harus dilakukan.
Tafsir
Sesudah itu Allah memerintahkan apabila salat
khauf itu selesai dikerjakan dengan cara yang telah diterangkan itu, maka
hendaklah pasukan Islam itu mengingat Allah SWT terus menerus dalam segala
keadaan. Lebih-lebih lagi mereka harus menyebut nama Allah pada saat mereka
berada dalam ancaman musuh. Allah SWT akan menolong mereka selama mereka
menolong agama Allah. Hendaklah mereka mengucapkan tahmid dan takbir ketika
berdiri di medan pertempuran, atau ketika duduk memanah musuh atau ketika
berbaring karena luka-luka. Segala penderitaan lahir dan batin itu akan lenyap
jika jiwa sudah diisi penuh dengan zikir kepada Allah SWT. Di waktu damaipun
kaum muslimin harus terus ingat dan berzikir kepada Allah SWT.
Orang
beriman setiap saat berada di dalam pertempuran. Pada suatu saat dia berperang
dengan musuh pada saat yang lain dia bertempur melawan hawa nafsunya.
Demikianlah berzikir mengingat Allah itu diperintahkan Setiap saat karena dia
mendidik jiwa, membersihkan rohani dan menanamkan kebesaran Allah SWT ke dalam
hati. Bila peperangan sudah usai, ketakutan sudah lenyap dan hati sudah
tenteram, hendaklah dilakukan salat yang sempurna rukun dan syaratnya. Karena
salat adalah suatu kewajiban bagi orang-orang mukmin dan mereka wajib
memelihara waktunya yang telah ditetapkan. Paling kurang lima kali dalam sehari
semalam orang Islam bersalat agar dia selalu ingat kepada Tuhannya sehingga
meniadakan kemungkinan terjerumus ke dalam kejahatan dan kesesatan. Bagi orang
yang ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah waktu lima kali itu dipandang
sedikit, maka dia menambah lagi dengan salat salat sunah di waktu-waktu yang
telah ditentukan dalam agama.
وَلَا تَهِنُوا۟ فِى ٱبْتِغَآءِ ٱلْقَوْمِ ۖ إِن تَكُونُوا۟ تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Janganlah
kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita
kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana
kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka
harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nisa'
4:104)
Tafsir
Kemudian Allah menerangkan bahwa sesudah selesai
pasukan Islam menunaikan ibadah salat, haruslah dia siap kembali menghadapi
musuh. Jangan ada sedikitpun rasa gentar dalam mengepung musuh. Dalam
peperangan jika tidak menyerang pasti diserang. Pada ayat ini sebenarnya ada
perintah untuk menyerang musuh, karena semangat tempur si penyerang lebih
tinggi dari pada yang diserang. Karenanya Allah memerintahkan supaya pasukan
Islam berada di pihak yang menyerang. Kesudahan suatu peperangan ialah
penderitaan, dan penderitaan bukan saja bagi si penyerang bahkan juga bagi yang
diserang. Firman
Allah SWT:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ
“jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada
Perang Badar) mendapat luka yang serupa.”
(Ali ‘Imran 3:140)
Jika
musuh yang diserang sabar menahan derita, mengapa si penyerang tidak sabar?
Pasukan Islam patut lebih sabar dan lebih tabah dari orang kafir karena mereka
mempunyai harapan dari Allah SWT yang tidak dipunyai oleh orang kafir. Allah
menjanjikan kepada mujahid Islam sekurang-kurangnya memperoleh satu dari dua
keberuntungan. Yaitu mereka memperoleh kemenangan dalam pertempuran atau surga
bagi yang syahid. Janji Allah ini mendorong setiap pejuang Islam yang penuh
dadanya dengan iman untuk berjuang lebih gigih, lebih sabar dan lebih berani.
Allah Maha Mengetahui segala apa yang bermanfaat bagi agama dan bagi kaum
Muslim in. Dia tidak akan memikulkan beban di luar kesanggupan mereka, karena
Dia Maha Bijaksana sesuai dengan ilmu dan kebijaksanaan Nya yang maha luas,
maka keuntungan pasti di pihak yang benar dan kehancuran pasti di pihak yang
batil.
Daftar Pustaka
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya
jilid 4. Jakarta: Lembaga Percetakan
Al-Qur’an Kementrian Agama, 2010
Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah volume
5. Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar