Rabu, 10 Januari 2018

Makalah Tafsir Tahlili Juz 1-5

I
PENDAHULUAN
Al-quran diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Agaknya tidak berlebihan jika dikemukakan bahwa diantara cabang ilmu yang sangat penting dari rumpun-rumpun ilmu Alquran adalah ilmu Tafsir. Hal ini bukan karena semata-mata lebih tua dariu cabang-cabang ilmu-ilmu Alquran lainnya, akan tetapi lebih kepada peranannya yang sangat penting dalam menggali dan memahami ayat-ayat Alquran. Dalam perjalanan waktu yang sangat panjang, sejak turunnya Alquran kepada nabi Muhammad Saw., ilmu Tafsir terus berkembang dan terdapat banyak kitab-kitab tafsir dengan corak yang beraneka ragam. Para ulama tafsir belakangan memilah-milih kitab teresbut berdasarkan metode penafsirannya, baik ijmali, tahlili, maudhu’i dan muqaran.                                                             
Yang paling populer dari antara corak atau metode penafsiran tersebut adalah metode tahlili dan maudhu’i. Penafsiran dengan metode tahlili yang oleh Baqir dinamai sebagai metode Tajzi’i adalah sebuah metode tafsir dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat demi ayat atau surah demi surah sebagaimana tersebut dalam mushaf. Untuk lebih jelasnya, makalah ini akan membahas beberapa kajian yang terkait dengan tafsir tahlili tersebut.


II
PEMBAHASAN
A. Tafsir Tahlili Ayat 101-104  Surat An-Nisa’

KEWAJIBAN MENGERJAKAN SHOLAT DALAM KEADAAN BAGAIMANAPUN

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا۟ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱلْكَٰفِرِينَ كَانُوا۟ لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu(An-Nisa' 4:101)

Kosakata:  يَفْتِنَكُمُ
   Yaftinakum, Akar kata dari kalimat ini adalah al-fatn artinya memasukkan emas ke dalam api untuk bisa diketahui mana yang asli dan mana bagian yang bukan asli, atau mana yang asli dan mana yang campuran. Lalu kata fitnah akhirnya digunakan untuk segala macam cobaan berupa kebaikan maupun keburukan (al-Anbiya/21:35). Harta dan anak-anak adalah fitnah yang bisa menjerumuskan seseorang ke neraka karena salah urus (at-Tagabun/64:15). Hanya saja pemakaian kata fitnah lebih banyak diperuntukan pada hal keburukan. Dari pengertian etimologis bisa diambil pengertian bahwa fitnah adalah satu cobaan, seseorang dihadapkan pada satu keadaan yang demikian besar yang bisa menggoncangkan sendi-sendi keimanannya. Oleh karena itu, menganiaya orang Islam  agar mereka berpaling dari agama mereka adalah fitnah, inilah disebut oleh Al-Qur'an bahwa fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan (al-Baqarah/ 2:191). Syirik juga disebut fitnah (al-Ahzab/33:14). Membuat orang lain ragu tentang kebenaran agama islam adalah juga fitnah (Ali-Imran/3:7)



Munasabah
          Dalam ayat-ayat yang lalu dijelaskan kewajiban hijrah untuk menegakkan agama serta mengecam mereka yang meninggalkan kewajiban hijrah dari negeri yang menindas gerakan Islam. Maka dalam ayat-ayat ini diterangkan hukum-hukum orang yang bepergian untuk jihad atau hijrah di jalan Allah bilamana mereka hendak menunaikan ibadah shalat dan mereka takut diserang musuh.

Tafsir
          Dalam ayat ini dijelaskan bahwa dibenarkan umat islam menunaikan fardhu shalat qasar (qasar) pada waktu dia dalam perjalan, baik dalam keadaan aman atau dalam ancaman musuh. Salat dalam perjalanan yang aman disebut sholat safar. Pada sholat safar yang terdiri dari empat rakaat: zuhur, asar, dan isya' diqasar menjadi dua rakaat. Magrib dan subuh tidak diqasar. Syarat mengqasar sholat safar ialah perjalanan yang jauhnya diukur dengan perjalanan kaki selama tiga hari tiga malam. Menurut Imam Syafi'i, perjalanan dua hari atau 89 km. Menurut perhitungan mazhab Hanafi 3 farsakh (18). Sedangkan menurut pendapat lain, kebolehan mengqasar sholat tidak terikat dengan ketentuan jauh jarak tetapi asal sudah dinamai safar, boleh mengqasar.

 Menurut tafsir Al-Misbah ayat ini merupakan dasar tentang bolehnya shalat qasar dalam perjalanan baik dalam keadaan takut maupun tidak. dikatakan dalam ayat: “Jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” shalat khauf ini diterangkan dalam ayat berikut.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. (An-Nisa' 4:102)


Tafsir
          Dalam ayat ini dijelaskan cara salat khauf, yaitu bilamana Rasulullah berada dalam barisan kaum Muslimin dan beliau hendak salat bersama pasukannya, maka lebih dahulu beliau membagi pasukannya menjadi dua kelompok. Kelompok pertama salat bersama Rasul sedang kelompok kedua tetap ditempatnya menghadapi musuh sambil melindungi kelompok yang sedang salat. Kelompok yang sedang salat ini diharuskan menyandang senjata dalam salat untuk menjaga kemungkinan musuh menyerang dan agar mereka tetap waspada. Bilamana kelompok pertama ini telah menyelesaikan rakaat pertama hendaklah mereka pergi menggantikan kelompok kedua, dan Nabi menanti dalam salat. Kelompok kedua ini juga harus menyandang senjata bahkan harus lebih bersiap siaga. Nabi salat dengan kelompok kedua ini dalam rakaat kedua. Sesudah rakaat kedua ini beliau membaca salam, kemudian masing-masing kelompok menyelesaikan satu rakaat lagi dengan cara bergantian. Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata:
صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الخوف بإحدي الطائفتين ركعة والطائفة الأخرى مواجهة الالعدو ثم انصرفوا وقاموا مقام أصحابهم مقبلين على العدو وجاء أولئك ثم صلى بهم النبي صلى الله عليه وسلم ركعة ثم سلم ثم قضى هؤلااء ركعة وهؤلااء ركعة
“Nabi saw mengerjakan solat khauf dengan salah saru antara dua kelompok satu rakaat, sedang kelompok lainnya menghadapi musuh. Kemudian kelompok pertama pindah menempati kelompok teman-teman mereka sambil menghadapi musuh, lalu datanglah kelompok kedua dan salat di belakang nabi satu rakaat pula kemudian membaca salam. Kemudian masing-masing kelompok menyelesaikan salatnya satu rakaat lagi.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dan Ibnu ‘Umar)
 Ayar ini menjadi dasar salat khauf. dalam ayat ini Allah swt menjelaskan alasan kaum Muslimin salat menyandang senjata dalam salat khauf, yaitu bila musuh yang berada tidak  jauh dari mereka, maka pada saat itulah pasukan kafir dapat menggempur mereka. Kemudian Allah menerangkan bilamana pasukan itu mendapat kesusahan karena hujan atau sakit atau kesulitan lain maka membawa senjata dalam salat khauf dibolehkan walaupun tidak disandang. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan terhadap orang-oran kafir yaitu kekalahan yang mereka alami.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa' 4:103)

Kosakata: مَّوْقُوتًا
          Mauqutan terambil dari kata waqt/waktu. Dari segi bahasa, kata ini digunakan dalam arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan satu pekerjaan. Setiap salat  mempunyai waktu dalam arti ada masa ketika seseorang harus menyelesaikannya. Apabila masa itu berlalu, pada dasarnya berlalu juga waktu salat itu. Ada juga yang memahami kata ini dalam arti kewajiban yang bersinambung dan tidak berubah sehingga firman-Nya melukiskan salat sebagai ( كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا ) berarti salat adalah kewajiban yang tidak berubah, selalu harus dilaksanakan, dan tidak pernah gugur apapun sebabnya. Pendapat inilah yang kemudian menganggap mengapa perintah shalat setelah mengalami kedaan darurat harus dilakukan.

Tafsir
          Sesudah itu Allah memerintahkan apabila salat khauf itu selesai dikerjakan dengan cara yang telah diterangkan itu, maka hendaklah pasukan Islam itu mengingat Allah SWT terus menerus dalam segala keadaan. Lebih-lebih lagi mereka harus menyebut nama Allah pada saat mereka berada dalam ancaman musuh. Allah SWT akan menolong mereka selama mereka menolong agama Allah. Hendaklah mereka mengucapkan tahmid dan takbir ketika berdiri di medan pertempuran, atau ketika duduk memanah musuh atau ketika berbaring karena luka-luka. Segala penderitaan lahir dan batin itu akan lenyap jika jiwa sudah diisi penuh dengan zikir kepada Allah SWT. Di waktu damaipun kaum muslimin harus terus ingat dan berzikir kepada Allah SWT.

Orang beriman setiap saat berada di dalam pertempuran. Pada suatu saat dia berperang dengan musuh pada saat yang lain dia bertempur melawan hawa nafsunya. Demikianlah berzikir mengingat Allah itu diperintahkan Setiap saat karena dia mendidik jiwa, membersihkan rohani dan menanamkan kebesaran Allah SWT ke dalam hati. Bila peperangan sudah usai, ketakutan sudah lenyap dan hati sudah tenteram, hendaklah dilakukan salat yang sempurna rukun dan syaratnya. Karena salat adalah suatu kewajiban bagi orang-orang mukmin dan mereka wajib memelihara waktunya yang telah ditetapkan. Paling kurang lima kali dalam sehari semalam orang Islam bersalat agar dia selalu ingat kepada Tuhannya sehingga meniadakan kemungkinan terjerumus ke dalam kejahatan dan kesesatan. Bagi orang yang ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah waktu lima kali itu dipandang sedikit, maka dia menambah lagi dengan salat salat sunah di waktu-waktu yang telah ditentukan dalam agama. 

وَلَا تَهِنُوا۟ فِى ٱبْتِغَآءِ ٱلْقَوْمِ ۖ إِن تَكُونُوا۟ تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nisa' 4:104)



Tafsir
          Kemudian Allah menerangkan bahwa sesudah selesai pasukan Islam menunaikan ibadah salat, haruslah dia siap kembali menghadapi musuh. Jangan ada sedikitpun rasa gentar dalam mengepung musuh. Dalam peperangan jika tidak menyerang pasti diserang. Pada ayat ini sebenarnya ada perintah untuk menyerang musuh, karena semangat tempur si penyerang lebih tinggi dari pada yang diserang. Karenanya Allah memerintahkan supaya pasukan Islam berada di pihak yang menyerang. Kesudahan suatu peperangan ialah penderitaan, dan penderitaan bukan saja bagi si penyerang bahkan juga bagi yang diserang. Firman Allah SWT: 

إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ

“jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa.” (Ali ‘Imran 3:140)

Jika musuh yang diserang sabar menahan derita, mengapa si penyerang tidak sabar? Pasukan Islam patut lebih sabar dan lebih tabah dari orang kafir karena mereka mempunyai harapan dari Allah SWT yang tidak dipunyai oleh orang kafir. Allah menjanjikan kepada mujahid Islam sekurang-kurangnya memperoleh satu dari dua keberuntungan. Yaitu mereka memperoleh kemenangan dalam pertempuran atau surga bagi yang syahid. Janji Allah ini mendorong setiap pejuang Islam yang penuh dadanya dengan iman untuk berjuang lebih gigih, lebih sabar dan lebih berani. Allah Maha Mengetahui segala apa yang bermanfaat bagi agama dan bagi kaum Muslim in. Dia tidak akan memikulkan beban di luar kesanggupan mereka, karena Dia Maha Bijaksana sesuai dengan ilmu dan kebijaksanaan Nya yang maha luas, maka keuntungan pasti di pihak yang benar dan kehancuran pasti di pihak yang batil. 


Daftar Pustaka

Kementrian Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya jilid 4. Jakarta: Lembaga    Percetakan Al-Qur’an Kementrian Agama, 2010


Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah volume 5. Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar